RSS

Musik dan Etika


“Now throw our hand inte air buat duo Maia. Jari tengah di udara buat duo Maia. Middle finger in the air buat duo Maia, baladewa seluruh dunia acungkan jari tengah. Bukan ingin menghujat atau berlaku sinis. Tapi duo maia yang katanya formasi baru. Buat gue bukan contoh yang pantas tuk ditiru. Gaya harajuku loe lebih mirip cewek brengsek. Ibu tiga anak kok gayanya seperti bomsex ...”
Kalimat di atas itu adalah sepenggal bait dari lagu berjudul “A Tribute to Maia” hasil karya sebuah grup Rapper Tha Law. Mungkin ada sebagian orang yang pernah mendengar lagu ini, tapi mungkin lebih banyak yang belum pernah mendengarkan. Lagu ini memang tidak pernah muncul di radio atau di televisi. Tapi banyak orang yang bisa mendapatkan rekaman lagu ini dalam bentuk MP3 karena termasuk MP3 yang paling gencar didownload lewat internet.
Jika disimak, lirik dari lagu ini kurang sopan jika dinyatakan sebagai sebuah karya musisi. Memang gaya musik raper cenderung blak-blakan dan menuju ke titik sasaran. Selain menganut kebebasan dalam bermusik, mereka juga menciptakan karya yang tidak hanya menyoroti masalah cinta saja, melainkan masalah sosial, politik, bahkan budaya. Tapi jika kebebasan itu disalahgunakan untuk membuat sebuah karya seperti lirik di atas, apakah masih disebut pantas dan layak beredar karya-karya tersebut?
Dalam bermusik juga diperlukan adanya etika-etika dalam berkarya. Bahasa-bahasa yang cenderung kasar dilarang dalam membuat sebuah lirik lagu, apalagi hasil karya itu akan beredar di radio dan televisi. Memang ada lembaga yang mengurusi tentang penyiaran kalau soal itu. Tapi yang menjadi konsentrasi pembahasan adalah kenapa masih saja ada musisi yang kurang tau tentang etika tersebut. Kritikan atau bahkan ejekan benar-benar ditujukan kepada orang yang dimaksud. Dan yang saya ketahui, ini bukan pertama kalinya karya seperti itu beredar.
Mungkin maksud para musisi itu ingin menyampaikan pendapat mereka tentang suatu subjek, tapi dengan cara mereka sendiri, yaitu lewat musik. Tapi penyampaian bahasa yang menyakiti seseorang merupakan tindakan kriminal. Tapi tetap saja bebas beredar di sana sini.
Apakah musisi-musisi masa kini memang mengedepankan kebebasan dan mengesampingkan aturan-aturan main dalam bermusik. Bukan dibatasi, tapi lebih kepada menjaga kemurnian dari musik yang sesungguhnya merupakan media ekspresi diri untuk menghibur, bukan meyakiti.
Itu hanya sebagian kecil musisi yang mempunyai gaya berfikir yang berbeda dengan musisi pada umumnya. Tapi dalam membuat karya yang diedarkan juga masih berkaitan erat dengan Undang Undang yang berlaku. Jadi sebuah karya yang megandung unsur kekerasan dan menyentuh pribadi buruk seseorang adalah kasus hukum.
Berkarya dalam musik sangat-sangat dibebaskan. Tidak ada landasan umum tentang koridor-koridor yang harus dibatasi. Tapi tetaplah berpegang pada aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku. Karena hakikatnya orang Indonesia adalah orang yang menganut kebebasan yang bertanggung jawab. Kita masih mempunyai tata cara, sopan santun dan aturan bersosialisasi terhadap orang lain. Tetap berkarya dalam musik dengan berpegang pada aturan-aturan yang berlaku.
Mungkin tulisan saya ini tidak sepenuhnya benar, karena itu menurut pandangan saya. Tapi kalau ada yang mau koreksi ataupun menambahkan, saya terima dengan lapang. Thx

0 komentar: